Apa yang ada dalam pikiran kita jika hampir setiap hari menyaksikan generasi terdidik kita tawuran? tentu bermacam-macam. Sedih, kecewa, dan tentu saja bingung. Inilah akibatnya kalau anak-anak kita dibesarkan dengan cara yang tidak tepat. Mahasiswa cenderung menggunakan batu, senjata tajam, dan media kekerasan yang lain, maka tidak heran kalau Pak JK menyebut mahasiswa Makassar Primitif. Sebutan itu tentu saja bukan untuk mahasiswa makassar saja, tapi juga untuk mahasiswa di kota lain yang mempunyai kecenderungan sama.
MAKASSAR, KOMPAS.com - Maraknya aksi tawuran antarmahasiswa yang seolah tak kunjung reda di Makassar rupanya meresahkan Muhammad Jusuf Kalla. Mantan Wakil Presiden yang juga berasal dari Makassar itu prihatin karena masih banyak mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan yang bersikap layaknya manusia primitif.
"Saya katakan primitif, karena mahasiswa tersebut lebih banyak menggunakan batu dan api daripada nalar masing-masing," tuturnya di kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sabtu (31/7/2010).
Hal tersebut diungkapkan Jusuf Kalla sebagai respons atas aksi kekerasan yang kerap terjadi di Makassar, baik unjuk rasa anarkis, maupun tawuran antarmahasiswa.Menurutnya, sebagai orang terdidik, seharusnya mahasiswa lebih mengutamakan logika dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
"Yang lebih menyedihkan lagi, sebagian besar tawuran ini dikarenakan persoalan yang sepele dan tidak perlu sampai menggunakan kekerasan," ungkapnya.Bahkan, sambung Kalla, banyak aksi kekerasan yang justru dilakukan oleh mahasiswa dari kampus-kampus besar seperti Universitas Hasanuddin, UNM, dan Universitas Muhammadiyah Makassar.
"Sangat menyedihkan ketika melihat mahasiswa membakar kampus yang merupakan sarana pendidikan, dan lempar-lemparan batu, apalagi mahasiswa yang saling berkelahi hanya karena ingin mempertahankan eksistensi," paparnya.
Ia mengatakan, masyarakat Sulawesi Selatan dikenal dengan karakter keras, dinamis, dan suka berterus terang. "Karakter itulah yang harus disandingkan dengan dunia pendidikan ke arah yang lebih positif," katanya.
Oleh karena itu, peran rektor sangat penting untuk bisa segera mengatasi persoalan tersebut. "Rektor harus tegas. Kalau ada mahasiswa yang bertindak anarkis, hanya ada dua pilihan, yaitu tetap kuliah dengan syarat tidak lagi melakukan aksi anarkis atau drop out (keluar)," tandas Kalla.
"Saya katakan primitif, karena mahasiswa tersebut lebih banyak menggunakan batu dan api daripada nalar masing-masing," tuturnya di kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sabtu (31/7/2010).
Hal tersebut diungkapkan Jusuf Kalla sebagai respons atas aksi kekerasan yang kerap terjadi di Makassar, baik unjuk rasa anarkis, maupun tawuran antarmahasiswa.Menurutnya, sebagai orang terdidik, seharusnya mahasiswa lebih mengutamakan logika dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
"Yang lebih menyedihkan lagi, sebagian besar tawuran ini dikarenakan persoalan yang sepele dan tidak perlu sampai menggunakan kekerasan," ungkapnya.Bahkan, sambung Kalla, banyak aksi kekerasan yang justru dilakukan oleh mahasiswa dari kampus-kampus besar seperti Universitas Hasanuddin, UNM, dan Universitas Muhammadiyah Makassar.
"Sangat menyedihkan ketika melihat mahasiswa membakar kampus yang merupakan sarana pendidikan, dan lempar-lemparan batu, apalagi mahasiswa yang saling berkelahi hanya karena ingin mempertahankan eksistensi," paparnya.
Ia mengatakan, masyarakat Sulawesi Selatan dikenal dengan karakter keras, dinamis, dan suka berterus terang. "Karakter itulah yang harus disandingkan dengan dunia pendidikan ke arah yang lebih positif," katanya.
Oleh karena itu, peran rektor sangat penting untuk bisa segera mengatasi persoalan tersebut. "Rektor harus tegas. Kalau ada mahasiswa yang bertindak anarkis, hanya ada dua pilihan, yaitu tetap kuliah dengan syarat tidak lagi melakukan aksi anarkis atau drop out (keluar)," tandas Kalla.
Tentu kita menginginkan kedepan mahasiswa kita lebih beradab dan menghargai orang lain, karena kelompok terpelajar pasti harus berbeda dengan kelompok masyarakat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar